Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik
secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan
dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Ilmu atau sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam
semua strata pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu,
pengetahuan ilmiah tidak digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu dianggap sebagai hafalan saja, bukan sebagai pengetahuan yang mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan gejala alam untuk kesejahteraan dan kenyamanan
hidup.
Dr. Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan
pentingnya penentuan suatu falsafat bagi pendidikan sebagai berikut, Filsafat
pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan orang-orang
yang melaksanakan pendidikan dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran yang
sehat terhadap proses pendidikan. Di samping itu dapat menolong terhadap
tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah
pendidikan; Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khas menyangkut
kurikulum, metode, alat-alat pengajaran, dan lain-lain.
Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan
penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi
segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi
pendidikan.
Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi
para pendidik untuk membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam
hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah
pertarungan filsafat umum yang mengusasi dunia pendidikan. Filsafat pendidikan
positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi
penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan
mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan
lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang
sempurna baik lahir maupun batinnya,
KAJIAN TEMATIK FILSAFAT
Dalam pendekatan tematik, filsafat dibagi ke dalam tiga
bagian besar, yaitu ontologi (metafisika), epistemologi, dan aksiologi.
1. ontologi/metafisika : bidang
filsafat yang mempelajari segala sesuatu, baik yang tampak secara fisik
(fenomena) atau sesuatu yang berada di balik realitas (noumena). Dalam kajian
filsafat, segala sesuatu itu dikenal dengan "ada" (things). Dalam
bidang ini termasuk juga filsafat manusia, filsafat alam, dan filsafat
ketuhanan.
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas
dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran
suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses
bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada
bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai
metafisika. Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas
hakikat yang “ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini
sebenar-benarnya? Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari
ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi
saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal
yang saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas
jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat Beberapa penafsiran yang diberikan
manusia mengenai alam ini.
2. epistemologi : bidang filsafat
yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu atau "ada"
tersebut. Beberapa bidang yang termasuk ke dalam epistemologi adalah
filsafat ilmu, metodologi, dan logika.
Epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert D.Runes.
Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan Epistemologi
berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang
pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. “Apa
yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui” adalah masalah-masalah
sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-mata
masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim lagi menurut Kelompok
Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam
kajian psikologi.
Sebab epistemologi itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran
manusia, the workings of human mind. Secara global epistemologi
berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk
oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari
filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah
yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu
kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari
keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu
negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi.
Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains
dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi
modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan
alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologies.
Epistemologi dalam ilmu filsafat akan terus mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologies.
3. Aksiologi : bidang
filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai.
Misalnya, sejauh manakah nilai-nilai yang terkandung dalam
pengetahuan tersebut. Bagian dari aksiologi adalah etika dan estetika.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu
predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang
lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.
Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai.
Cabang-cabang ilmu filsafat ini berkembang seiring dengan
perkembangan pemikiran filsafat. Misalnya, logika dikembangkan oleh
Aristoteles. Sementara itu, epistemologi dikembangkan oleh I mmanuel Kant
ketika ia mempertanyakan sejauh mana akal dapat mengetahui tentang yang ada dan
sejauh mana akal memiliki kevalidan ketika mempersepsi sesuatu.
Dari bidang ontologi, akan kita kenal pandangan materialisme
Karl Marx berdasarkan pada pemikirannya bahwa segala sesuatu yang ada ini
bersifat materi. Dapat dikatakan bahwa Karl Marx menolak kajian metafisika dan
lebih mengakui ontologi. Sebagai catatan, kecenderungan penolakan terhadap
metafisika ini sebenarnya memang berkembang pesat pada era filsafat modern.
Dari bidang epistemologi, akan kita ketahui paham-paham
seperti rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme memandang bahwa sumber ilmu
pengetahuan itu berasal dari akal, sedangkan empirisme memandang sumber ilmu
pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Berikut ini diberikan penjelasan
tentang pengalaman, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan.
Ciri-ciri Pengalaman, Pengetahuan, dan llmu Pengetahuan:
· Pengalaman:
- Berhubungan dengan realitas yang dialami
manusia lewat pancaindra Pengalaman bersifat sangat subjektif, karena :
Objek tetap, subjek berbeda Objek berubah, subjek tetap
Objek berubah, subjek berbeda
· Pengetahuan:
- Adanya "sensation" (kesadaran,
peristiwa mental) setelah mengindra realitas (pembeda dengan hewan)
- Proses mental yang melalui akal budi
(berpikir) menjadikan pengalaman menjadi pengetahuan. (contoh: ilmu tentang
kerokan, obat kumis kucing)
· Ilmu pengetahuan:
- Pengalaman (pengetahuan) yang telah diolah
secara kritis lewat akal budi menjadi ilmu pengetahuan karena memiliki:
(1) paradigma
(2) teori
(3) metodologi
Dalam bidang teori pengetahuan, terdapat tiga cara pandangan
yang dominan dalam bidang filsafat. Ketiga cara pandang tersebut adalah rasionalisme,
empirisme, dan kritisisme. Berikut ini dijelaskan ketiga pandangan tersebut
serta ciri-cirinya.
Rasionalisme
- Rasionalisme dicetuskan oleh Rene Descartes
(1596-1650), seorang filsuf dari Peran
- Menurut Descartes, rasio adalah satu-satunya
sumber pengetahuan
- Kesan-kesan indrawi dianggap sebagai ilusi yang
hanya diatasi oleh kemampuan yang dimiliki rasio
- Pemikiran Descartes yang terkenal adalah cogito
ergosum "saya berpikir, karena itu saya ada"
- Mengunakan upaya ilmiah dengan "metode
skeptis"
- Rasionalisme memiliki dampak penting bagi ilmu
pengetahuan karena menjadi dasar berpikir logis dan munculnya sistem pemikiran
yang menitikberatkan pada akal.
- Dalam penelitian menggunakan metode deduksi
Empirisme
- Empirisme adalah paham pemikiran yang
menyatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari pengalaman empiris, bukan
semata-mata dari rasio
- Filosof-filosof inggris memiliki paham
empirisme, diantaranya David Hume (1711-1776), john Locke (1632-1704), dan
Goerge Berkeley (1685-1753)
- Francis Bacon mengatakan empirisme adalah
pengamatan- pengamatan partikular lalu membentuk kesimpulan umum
- John Locke menganggap bahwa rasio manusia
mula-mula harus dianggap "as a white paper" yang artinya pada saat
lahir manusia belum memiliki pengetahuan apa-apa
- Dalam penelitian menggunakan metode induksi
kritisisme
- Aliran ini diperkenalkan oleh I mmanuel Kant
(1724-1804)
- Aliran ini merupakan sintesis antara
rasionalisme dan empirisme
- Menurut I mmanuel Kant, rasio dan Empiri adalah
sama-sama sumber pengetahuan, yaitu kesan-kesan empiri dikonstruksikan oleh
rasio melalui kategori-kategori sehingga menjadi pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat
Umum. Pustaka Setia, BandungSuparlan Suharsono. 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095576-pengertian-positivisme/#ixzz212vDuDVH
Komentar
Posting Komentar