Pandangan mengenai pendidikan yang
diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar
semata-mata dapat memberikan gambaran mengenai bagian-bagian utama dari
esensialisme. Di samping itu karena tidak setiap filsuf idealis atau realis
mempunyai paham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat
eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya
tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana
dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut Abad Pertengahan.
Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang
mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada
sejak zaman Renaisans.
Dalam rangka menunjukkan antesedens
esensialisme ini, akan dipaparkan secara historis kronologis dengan
mengetengahkan tokoh-tokoh yang utama. Penggalan kronologis dijatuhkan kepada
periode sebelum dan sesudah tahun tiga puluh abad ini.
Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang
hidup pada akhir abad ke 15 dan permulaan abad ke-16, adalah tokoh yang
mula-mula sekali berontak terhadap pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain.
Tokoh ini berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan bersifat
internasional, yang dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat. Pendidikan
yang dilewatkan mereka ini memberikan kemungkinan dapat berlangsungnya
perubahan yang diharapkan oleh Erasmus tersebut.
Tokoh berikutnya, Johann Amos Comenius
(1592-1670) adalah pendidik Renaisans pertama yang berusaha untuk
mensistematisasikan proses pengajaran. Tokoh ini dengan memiliki
pandangan-pandangannya, dapat disebut seorang realis yang dogmatis. Ia berkata
antara lain bahwa hendaklah segala sesuatu diajarkan melalui indera karena
indera adalah pintu gerbang jiwa. Jadi pintu gerbang dari pengetahuan itu
sendiri. Disamping itu, Comenius mempunyai pendirian bahwa karena dunia itu
dinamis dan bertujuan, tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai
dengan kehendak Tuhan.
John Locke (1632-1704), adalah tokoh
dari Inggris yang dikenal sebagai “pemikir dunia ini”, ia berusaha agar
pendidikan menjadi dekat dengan situasi-situasi, John Locke mempunyai sekolah
kerja untuk anak-anak miskin.
Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827)
percaya sedalam-dalamnya mengenai alam dalam arti peninjauan yang bersifat
naturalistis. Alam dengan sifat-sifatnya tercermin pada manusia, yang karenanya
manusia memiliki kemampuan-kemampuan wajarnya. Di samping itu Pestalozzi
percaya akan hal-hal yang transendental, engan mengatakan bahwa manusia itu
mempunyai hubungan transendental langsung dengan Tuhan.
Pandangan yang serba transendental ini
nampak pula pada Johan Friedrich Frobel (1782-1852), dengan corak pandangannya
yang bersifat kosmis-sintesis. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dan
merupakan bagian dari alam ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti
ketentuan dari hukum-hukum alam.
Dengan tertarik kepada pendidikan anak
kecil. Frobel memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif. Dalam
tingkah laku demikian init ampak adanya kualitas metafisis, maka tugas
pendidikan adalah memimpin anak didik ini kearah kesadaran diri sendiri yang
murni, sesuai dengan pernyataan dari Tuhan.
Johann Friedrich Herbart (1776-1841),
salah seorang murid Immanuel Kant, adalah tokoh yang selalu bersikap kritis. Ia
berpendirian bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebajikan dari Yang Mutlak, yang berarti antara lain penyesuaian dengan
hukum-hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan ini oleh
Herbart disebut pengajaran mendidik.
Komentar
Posting Komentar