A. Pengertian Filsafat Sejarah
Awal perkembangan filsafat, filsafat
meliputi seluruh jenis ilmu pengetahuan. Pada masa ini pengetahuan belum
terpecah-pecah dan terspesialisasi.
Namun pada masa Renaissannce abad ke 17 dan sesudahnya, ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang luar biasa sehingga memisahkan diri dari filsafat.
Setelah filsafat pecah menjadi berbagai disiplin ilmu, aktivitas filsafat tidak
mati, tetap hidup dengan corak baru sebagai ilmu istimewa yang mencoba
memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh jangkauan ilmu. Filsafat kemdian
memiliki cabang-cabangnya.
De Vos, dalam E. N. S. I. E (Eerste Nederlandse Systematich Ingeriche
Encyclopaedie), menggolongkan cabang-cabang filsafat sebagai berikut:
a.
Metafisika
b.
Logika
c.
Ajaran tentang ilmu pengetahuan
d.
Filsafat alam
e.
Filsafat kebudayaan
f.
Filsafat sejarah
g.
Etika
h.
Estetika
i.
Antropologi[1]
Sementara itu, Jappers
dalam bukunya yang berjudul Vom Ursprung un Ziel der Geschichte (1949) yaitu
tentang asal dan tujuan sejarah, salah satu tugas bagi sejarah filsafat adalah
mencari struktur sejarah sedunia sebagai sejarah keseluruhan. Jaspers membagi
sejarah ke dalam 4 periode:
a.
Periode pertama merupakan zaman prahistoris yang tidak
meninggalkan jejak tertulis. Pada masa ini bahasa-bahasa berkembang, alat-alat
ditemukan, api mulai digunakan. Zaman ini meletakkan dasar bagi seluruh sejarah
yang akan datang. Disini manusia mengatasi keadaan biologis belaka dan menjadi
manusia dalam rti sungguh-sungguh.
b.
Tahun 5000-3000SM, timbulnya kebudayaan-kebudayaan kuno
yang besar di Mesir, Mesopotamia, di tepi sungai Indus dan kemudian di tepi
sungai Indus dan tepi sungai Hoangho.
c.
Tahun 800-200SM, peletak dasar rohani dan intelektual
bagi umat manusia. Seperti di Tiongkok, India, Parsi, Palestina, dan Yunani.
d.
Sejak waktu itu berlangsung sejarah baru yang menyangkut
seluruh dunia, yaitu timbulnya jaman ilmiah teknis. Jaman itu sudah
dipersiapkan di Eropa sejak akhir Abad Pertengahan, didasari abad ke 17 berkembang lebih luas pada akhir abad ke 18
dan mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Periode ketiga memainkan peranan sentral karena dianggap
pusat seluruh sejarah. Zaman antara tahun 800-200 SM luar biasa suburnya. Berbagai
ciptaan rohani yang masih memupuk hidup intelektual dan religius hingga saat
ini. Dalam zaman poros itu pula lahirlah agama-agama besar.
Menurut
Al Khudairi, filsafat sejarah adalah
tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis untuk
mengetahui faktor-faktor essensial yang mengendalikan perjalanan
peristiwa-peristiwa istoris itu, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum
umum yang tetap, yang mengarahkan perkembangan berbagai bangsa dan negara dalam
berbagai masa dan generasi.[2]
Sementara itu, F. Laurent mengatakan bahwa sejarah tidak mungkin hanya
merupakan seperangkat rangkaian peristiwa yang tanpa tujuan atau makna. Dimana
sejarah tunduk sepenuhnya pada kehendak Tuhan seperti peristiwa alam yang
tunduk pada hukum hukum yang mengendalikannya.
W. H. Walsh dalam
bukunya An Introduction to Phillosophy of
History menyatakan hendaknya memperhatikan definisi sejarah dahulu sebelum
mendefnisikan filsafatsejarah. Sejarah kadang diartikan sebagai peristiwa yang
terjadi pada masa lalu dan penuturan peristiwa masa lalu itu. pengertian
tersebut berpengaruh terhadap bidang kajian filsafat sejarah. 1. Merupakan
suatu studi dalam bentuk kajian sejarah tradisional, yaitu perjalalan sejarah
dan perkembangannya dalam pengertian yang aktual. 2. Suatu studi mengenai proses
pemikiran filosofis tentang perjalanan dan perkembangan sejarah itu sendiri. Dalam
hal ini filsafat sejarah dapat dimaknai sebagai studi mengenai jalannya
peristiwa sejarah atau studi terhadap asumsi dan metode para sejarawan.[3]
Filsafat
sejarah adalah cabang dari filsafat yang mempelajari tentang prinsip-prinsip
mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap oleh akal dan dapat
dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah.
Filsafat sejarah mempelajari prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat
sejarah membicarakan “ada” sebagai sejarah.[4]
Pertanyaan yang dapat dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur
mendasar atau esensi dasar apa yang menyebabkan sejarah (masa lampau) itu
menjadi ada atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau
berubah. Filsafat sejarah membicarakan hakekat sejarah atau esensi dasar
sejarah.
Hingga
kini masih terjadi perdebatan antara filsafat sejarah dan teori sejarah. Di
Negeri Belanda orang lebih suka kepada istilah filsafat sejarah, sebaiknya di
Jerman lebih menyukai istilah teori sejarah. Tetapi menurut F.R Ankersmit,
penulis buku “Refleksi Tentang Sejarah”, mengatakan bahwa rupanya tak ada satu
cabang ilmu yang dapat dinamakan teori sejarah atau sejarah teoritis.[5]
Sejarah dalam kerangka filosofis
adalah sejarah dalam pengertian filsafat sejarah. Filsafat sejarah mengandung dua
spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum
yang mengurus dan menguasai suatu kejadian dan seluruh jalannya sejarah. kedua,
sejarah yang bertujuan untuk menguji dan menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian
dari kesimpulan-kesimpulannya.
Komentar
Posting Komentar