Langsung ke konten utama

Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Ilmu Ekonomi

Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan pembahasan bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu6. Dengan kata lain, filsafat ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafati yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat sains empirikal, seperti (1) Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?  Pertanyaan –  pertanyaan ini disebut landasan ontologis, (2) Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu? Apa kriterianya? Cara/ teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Pertanyaan-pertanyaan ini disebut landasan epistemologis, (3) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? pertanyaan-pertanyaan ini adalah landasan aksiologis. Jika didefinisikan, filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang membahas tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, pengetahuan, metode-metode ilmiah, serta sikap etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuwan, yang berfungsi sebagai sarana pengujian penalaran sains; merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan; serta memberikan landasan logis terhadap metode keilmuan (Judistira, 2006; Salmonet. al., 1992; dan www.wikipedia.org).
Pembahasan tentang ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan apakah ilmu ekonomi memiliki klaim kuat sebagai sebuah disiplin ilmu tertentu yang memiliki aspek metodologis dan epistemologis yang menghasilkan pengetahuan empiris. Aspek kritis yang menjadi perdebatan tentang hal tersebut adalah terkait dengan struktur dan justifikasi teori dalam ilmu ekonomi. Secara umum, terdapat 6 (enam) permasalahan utama yang terkait dengan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi, yaitu (Hausman, 2008):
Pertama, positive versus normative economics. Eksistensi pertimbangan normatif dalam ekonomi menimbulkan pertanyaan metodologis dari perpektif ilmu pengetahuan yang bersifat positivisme. Sebagian besar ekonom mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan melakukan pembahasan ilmu ekonomi dalam bentuk positive science untuk menghindari bias metodologis. Akan tetapi, banyak kalangan menilai bahwa pendekatan ini menimbulkan banyak pertanyaan dan cenderung lemah karena selama teori ekonomi berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif (Mongin, 2006; Haussman and McPherson, 2006; Machlup, 1969; Marwel and Ames, 1981; Frank et al, 1993; Marx, 1867).
Kedua, reasons versus causes. Teori ekonomi mengasumsikan bahwa individu bertindak rasional dan melakukan pilihan-pilihan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan ini menjadi justifikasi mengapa seseorang melakukan pilihan tertentu, dan alasan tersebut harus dimengerti oleh individu yang bersangkutan. Asumsi ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya kemungkinan bahwa individu bertindak karena adanya hubungan kausal, yang disebabkan oleh kondisi tertentu sehingga tidak bertindak berdasarkan alasan rasional. Individu yang bertindak rasional didasari oleh asumsi bahwa mereka memiliki informasi yang sempurna terhadap sejumlah fakta yang relevan dengan pilihan-pilihan yang dibuatnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya kondisi ini tidak pernah terjadi, dan hal tersebut menjelaskan mengapa ilmu ekonomi tidak parallel atau berbeda dengan ilmu alam (Buchanan and Vanberg, 1989, Von Mises, 1981).
Ketiga, Social Scientific Naturalism. Dari semua ilmu sosial, ilmu ekonomi adalah yang paling mirip dengan ilmu alam. Pandangan untuk membedakan antara ilmu sosial dan ilmu alam umumnya terkait dengan tiga pertanyaan, yaitu (1) apakah ada perbedaan fundamental antara struktur dan konsep dalam hal teori dan penjelasan pada ilmu alam dengan ilmu sosial? (masalah ini terkait denganreasons versus causes seperti telah diuraikan sebelumnya), (2) Apakah ada perbedaan fundamental dalam tujuan antara ilmu ekonomi dan ilmu alam? Sejumlah kalangan menyatakan bahwa ilmu ekonomi memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi sehingga menciptakan adanya pengertian dan respon terhadap fenomena tersebut. Tujuan ini mengakibatkan adanya unsur subjektivitas, yang tidak terjadi dalam ilmu alam, (3) Pentingnya pilihan manusia (atau mungkin free will), menimbulkan pertanyaan apakah fenomena sosial terlalu tidak teratur sehingga sulit digambarkan dalam suatu kerangka hukum dan teori? Dengan karakter manusia yang bersifat free will, mungkin perilaku manusia sulit diprediksi. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak perilaku manusia yang menunjukkan keteraturan, disamping adanya ketidakteraturan. Kondisi ini juga terjadi pada ilmu alam yang memiliki banyak ketidakteraturan dalam hubungan kausal.
Keempat, Abstraction, idealization, and ceteris paribus clasuses in economics. Dalam perspektif ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi banyak menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya abstraksi, idealiasasi, dan klaim kebenaran teori yang ceteris paribus. Sejumlah pertanyaan mengemuka, tentang seberapa banyak simplikasi, idealisasi, dan abtraksi dapat dilegitimasi? Bagaimana legitimasi asumsiceteris paribus dalam ilmu pengetahuan? Sejumlah pertanyaan tersebut telah menjadi perdebatan metodologis yang mempertanyakan “scientific” dari ilmu ekonomi.
Kelima, Causation in economics and econometrics. Generalisasi dalam ilmu ekonomi didasarkan pada hubungan kausal, misalkan tentang hukum permintaan. Hubungan kausal ini juga dapat diidentifikasi dengan ekonometrika. Akan tetapi, terdapat kemungkinan adanya pertentangan analisis hubungan kausal antara yang dihasilkan oleh perubahan ekonomi dan komparatif statik terkait dengan keseimbangan ekonomi, sehingga menimbulkan pertanyaan metodologis tentang hubungan kausal mana yang akan dipilih.
Keenam, Structure and strategy of economics. Perdebatan aspek metodologis terkait dengan aspek ini adalah masuknya filosofi Kuhnsian (Kuhn, 1970) dan Lakatonian (Lakatos, 1970) dalam pembahasan tentang ekonomi.
Permasalahan-permasalan yang terkait dengan aspek metodologis tersebut telah menimbulkan banyak perdebatan tentang klaim “scientific” ilmu ekonomi dalam hal generalisasi. Bolehkah suatu ilmu pengetahuan menghasilkan generalisasi yang salah? Jika klaim tersebut tidak dapat digeneralisasi secara universal, apa dasar logis yang mendasarinya? Bagaimana mengetahui klaim yang dihasilkan dari proses tersebut salah atau bagaimana pengujian yang harus dilakukan sehingga klaim tersebut dapat diterima atau ditolak? Pertanyaan-pertanyaan ini telah menjadi topik intensif yang terus mengemuka hingga saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reduksi Eidetis dengan Fenomenologi Transendental

Eidetis berasal dari kata “eidos” yaitu intisari. Reduksi Eidetis adalah penyaringan atau penempatan di dalam kurung segala hal yang bukan eidos, intisari atau realitas fenomen. Dengan reduksi eidetis, semua segi, aspek, dan profil dalam fenomena yang  hanya kebetulan disampingkan. Karena, aspek dan profil tidak pernah menggambarkan objek secara utuh. Setiap objek adalah kompleks, mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga.       Hakikat (realitas) yang dicari dalam hal ini adalah struktur dasar yang meluputi isi fundamental dan semua sifat hakiki. Untuk menentukan apakah sifat-sifat tertentu adalah hakikat atau bukan, Husserl memakai prosedur mengubah contoh-contoh. Ia menggambarkan contoh-contoh tertentu yang representatif melukiskan fenomena. Kemudian, dikurangi atau ditambah salah satu sifat. Pengurangan atau penambahan yang tidak mengurangi atau menambah makna fenomena dianggap sifat-sifat yang hakiki.       Red...

Sejarah, Tokoh dan Jenis Aliran Empirisme

Aliran empirisme ini dipelopori oleh John Locke, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Gagasan pendidikan Locke dimuat dalam bukunya “Essay Concerning Human Understanding” . Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. Tokoh-tokoh penting dalam aliran empirisme : Jhon Locke Lahir di kota Wringtone Kota Somerset Inggris tahun 1632 (meninggal tahun 1704) David Hume Lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia menempuh pendidikan di kota kelahirannya. Francis Bacon Francis Bacon (1561-1626), lahir di London di tengah-tengah keluarga bangsawan Sir Nicholas Bacon. Jenis Aliran Empirisme dan Penerapan Aliran Empirisme Empirisme Kritis Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman d...

Landasan Ilmu Pada Zaman Yunani

           Untuk mengetahui filsafat yunani perlu di jelasakan lebih dahulu asal kata filsafat. Sekitar abad ix sm atau paling tidak 700 sm, di yunani ,shophia di beri arti kebijaksanaan shophi berarti   kecakapan. Kata philosophos mula-mula di dikemukakan dan di temukan   oleh heraklitos (540-480 sm). Ada yang mengatakan yang menemukan adalh   pythagoras(580-500 sm) namun   pendapat   yang lebih tepat   adalah pendapatc   yang mengatakan bahwa heraklitoslah yang pertama menggunakan istilah tersebu. Menurutnya , philosophos (ahli filsafat) herus mempunyao pengetahuan yang luas sebagai pengejawantahan   dari pada kecintaanya akan kebenarannya dan mulai benar-benar jelas di gunakan kaum sofis   dan socrates yang memberi arti   philosophein sebagai penguasa secara sistematis terhadap pengetahuan tioritis. Philosophein dari kata philosophia itulah yang nantinya timbul kata-kata philosoph...