Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sejumlah kalangan
berpendapat bahwa sulit memisahkan pembahasan ilmu ekonomi dengan
membedakan aspek positivisme dan aspek normatif karena selama teori
ekonomi berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka
pasti mengandung aspek normatif. Kondisi ini membawa konsekuensi pada
perlunya pemahaman tentang pembahasan ekonomi normatif yang berkaitan
dengan bagaimana nilai-nilai etika dan moral menjadi bagian argumentasi
dalam membangun ilmu ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan, dan
adanya trade-off diantara pilihan-pilihan yang tersedia.
Pertanyaan sentral dalam filsafat moral adalah menentukan
secara intrinsik hal-hal apa yang baik bagi manusia. Pembahasan topik
ini mendapatkan tempat yang utama mengingat pandangan moral menempatkan
kesejahteraan manusia sebagai sesuatu yang penting. Konsepsi ini juga
berlaku pada pandangan utilitarian maupun non utilitarian yang memiliki
tujuan memaksimumkan kepuasan individu. Dalam konteks ini, ekonomi
positif dapat dipertemukan dengan ekonomi normatif dengan menyamakan
kesejahteraan dalam ekonomi normatif dengan kepuasan preferensi dalam
ekonomi positif. Akan tetapi, terdapat sejumlah kalangan yang keberatan
tentang kesamaan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi. Menurut
pandangan ini, kepuasan preferensi dapat didasari oleh suatu keyakinan
yang keliru dari pengalaman masa lalu atau distorsi psikologis sehingga
sulit melakukan perbandingan kesejahteraan antar individu. Selain itu,
menyamakan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi berarti menempatkan
kesejahteraan individu tertentu berdasarkan preferensi individu lain,
sementara kesejahteraan cenderung pada suatu konsensus kolektif tertentu
yang disepakati. Diantara ekonom yang mendukung kesamaan antara
kesejahteraan dengan kepuasan preferensi adalah Amartya Sen (1992).
Sekalipun demikian, sebagian besar ekonom berargumen bahwa kepuasan
preferensi bukan proksi empiris yang baik untuk menggambarkan
kesejahteraan, walaupun mereka beranggapan bahwa kesejahteraan dapat
mencerminkan kepuasan preferensi.
Konsepsi lainnya dalam ekonomi normatif adalah efisiensi.
Konsepsi ini memiliki pembahasan yang cukup luas dalam ekonomi dalam
hubungannya dengan kesejahteraan. Dua teorema tentang ekonomi
kesejahteraan, yaitu first fundamental theorem of welfare economics menyatakan
bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum
(alokasi sumber daya yang efisien) dalam pasar yang sempurna. Teorema
ini merepresentasikan konsepsi Adam Smith tentanginvisible hand. Dalam kenyataannya, pasar yang sempurna tidak pernah terjadi atau terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlahsecond fundamental theorem of welfare economicsyang
menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium
yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai
melalui lumpsum transfer. Eksistensi dua teorema telah menjadi bahan perdebatan dalam menentukan apakah akan menerapkan mekanisme pasar secara total (laissez-faire)
atau kalaupun adan intervensi pemerintah, seberapa besar intervensi
tersebut. Pembahasan lainnya terkait dengan efisiensi adalah analisis
biaya dan manfaat yang sering digunakan sebagai instrument praktis dalam
analisis kebijakan (Adler and Posner, 2006).
Sekalipun ekonomi kesejahteraan dan efisiensi mendominasi
ekonomi normatif, para ekonom tidak hanya memfokukan pada pembahasan
tersebut. Melalui kolaborasi dengan para filosof, ekonom normatif telah
menghasilkan sejumlah kontribusi penting dalam karya kontemporer di
bidang etika dan filsafat normatif dalam ilmu sosial dan politik.
Diantaranya adalah teori pilihan sosial dan teori permainan. Selain itu,
ekonom dan filosof juga berhasil menyajikan karakteristik formal
tentang kebebasan yang menunjang analisis ekonomi. Sebagian lainnya juga
berhasil mengembangkan karakterisasi formal tentang kesetaraan sumber
daya, kesempatan, dan outcome serta telah menganalisis kondisi yang
memungkinkan memisahkan tanggung jawab individu dan sosial terhadap
kesenjangan. Beberapa ekonom lainnya yang juga banyak memberikan
kontribusi penting adalah Roemer, Amartya Sen, dan Nussbaum (Hausman,
2008). Singkatnya, ada interaksi yang intensif antara ekonomi normatif
dan filsafat moral.
Komentar
Posting Komentar