Epistemologi disebut juga dengan istilah filsafat
pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang dari filsafat dan juga sekaligus
menjadi salah satu obyek kajian filsafat, di samping ontologi dan
aksiologi.Membicarakan masalah epistemologi, tidak dapat tidak, tentu
saja mengkaji tentang hakikat dari pengetahuan itu sendiri, sehingga manusia
dapat menemukan esensi dari pengetahuan yang dikajinya.
Secara etimologi,kata epistemologi berasal dari bahasa
Yunani; episteme(pengetahuan) dan logos (teori, uraian atau
ulasan). Jadi epistemologi mengandung arti sebagai teori tentang pengetahuan,
dalam bahasa Inggris digunakan istilah theory og knowledge/ teori ilmu
pengetahuan (Miska:1983, 1).Dalam epistemologi, pembahasannya mencakup dua tema
pokok, yaitu membericarakan tentang apa itu pengetahuan, dan bagaimana cara
atau metodologi memperoleh pengetahuan (Harun: 1997, 38). Tema yang pertama
mengarah pada hakikat pengatahuan yang diperoleh oleh manusia. Sedangkan yang
kedua mengarah pada metodologi yang digunakan oleh manusia untuk memperoleh
pengetahuan. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan istilah epistemologi dalam
arti yang kedua, yaitu metodologi yang anut oleh aliran peripatetik Islam dalam
memperoleh pengatahuan.
Dalam melacak epistemologi peripatetisme Islam dapat
ditinjau dalam beberapa aspek metodologi berikut ini, yaitu;
1. Modus ekspresi atau penjelasan para
filosof Muslimperipatetisme Islambersifat diskursif (bahtsi), yaitu
menggunakan logika formal yang didasarkan pada penalaran akal (rasio).
Adapaun prosedur penalaran yang digunakannyaadalah apa yang dikenal dalam
istilah filsafat sebagai “silogisme”, yaitu metode penarikan kesimpulan dari
pengetahuan yang telah diketahui secara baik, yang disebutnya dengan istilah
presmis (mayor dan minor), dan setelah ditemukan term yang mengantarai
dua premis di tersebut yang biasa disebut “midle term” atau al-hadd
al-wasath.
2. Karena sifatnya yang diskursif, maka
filsafat yang dikembangkan bersifat tidak langsung. Dikatakan tidak langsung
karena untuk menangkap obyeknya digunakan simbol, baik berupa kata-kata atau
konsep maupun representasi. Modus pengetahuan (epistemologi) seperti ini bisa
disebut hushuli atau perolehan; yakni diperoleh secara tidak
langsung melalui perentara.
3. Penekanan yang kuat pada daya-daya
rasio sehingga kurang memprioritaskan pengetahuan melalui pengenalan intuitif.
Implikasinya, bisa dikatakan sebagai tidak memperoleh pengetahuan yang
otentik-yang biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman mistik- tetapi lebih
dipengaruhi oleh otoritas para filosof pendahulu. Bukan berarti filosof
peripatetik tidak mengakui adanya intuisi suci, tapi begai mereka nampaknya itu
hanya dimiliki oleh para Nabi atau wali. Adapun bagi mereka sendiri lebih
menggantungkan filsafat mereka pada daya-daya atau kekuatanakal semata. Karena
itu aliran peripatetik pantas disebut sebagai kaum rasionalis Islam.
(Kartanegara: 2006, 27-28)
Komentar
Posting Komentar