Langsung ke konten utama

Filsafat Dan Hidup Sehari-Hari

Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan berbagai macam pertanyaan yang muncul baik itu yang terpikirkan oleh kita maupun yang sebenarnya tidak pernah kita pikirkan. Berbagai aktivitas yang kita lakukan memiliki pelbagai macam persoalan-persoalan yang acap kali muncul dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Berfilsafat pun dapat diartikan bertanya-tanya disertai rasa heran. Dalam konteks yang ada, filsafat berperan sebagai hasil dari rasa heran terhadap apa yang menjadi pertanyaan yang akan kita lontarkan. Namun, berfilsafat pada kenyataannya pun tidak hanya mempertanyakan sesuatu yang dilihat, maupun dialami secara harfiah saja. Ada bagian-bagian atau waktu dimana pertanyaan-pertanyaan yang ada memiliki kualitas terhadap hidup itu sendiri. Dengan kita bertanya-tanya dalam dunia filsafat, sebenarnya kita justru bukan menjadi jauh dengan apa yang kita pertanyakan. Kita menjadi semakin intim dengan hal yang kita pertanyakan itu. Manusia sendirilah yang masuk, serta terlibat dalam permasalahan yang terjadi didalamnya. Kekuatan inilah yang membuat filsafat seakan-akan mempersatukan dimensi manusia sebagai subjek dengan permasalahan yang ada sebagai objek.
Selain itu, berfilsafat pun harus berhadapan dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang terjadi antar manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, maupun manusia dengan alampun menjadi suatu siklus dimensional yang menarik dalam dunia filsafat. Dalam hal ini, bahasa yang dimaksud ialah komunikasi yang terjadi antar makhluk yang ada didunia filsafat. Bahasa merupakan sistem lambang-lambang yang salit berkaitan. Sistematisasi dari lambang-lambang yang ada menimbulkan adanya suatu sikap dalam penerimaan kaidah-kaidah tertentu dalam kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Yang menarik dari bahasa yang digunakan oleh manusia ialah, bahasa yang digunakan manusia tidak terpatok dengan adanya kaidah-kaidah tertentu atau hanya hadir sebagai citra dari suatu keadaan manusia yang terus berkembang, yang dapat berubah dan berganti menurut lingkungan kebudayaan, kurun waktu tertentu, dan lingkungan bahasa tertentu. Disinilah peran filsafat dalam mencakup dimensi-dimensi bahasa yang ada guna mempersatukan presepsi orang tentang bahasa yang ada. Ada ilmu yang mempelajari komunikasi melalui sebuah lambang, yaitu semiotik. Dalam semiotik diberlakukan juga kaidah-kaidah mengenai tahapan komunikasi. Yang pertama mengatur lambang-lambang itu sendiri (syntaxis), yang kedua mengenai cara lambang menunjukan sebuah objek tertentu (semantik), dan yang ketiga mengenai hubungan sipemakai lambang (pragmatik).
 Dari ketiga hal inilah, didapat suatu struktur dalam kaidah berbahasa. Struktur yang dimaksud digunakan untuk mencari suatu keterangan-keterangan yang mendalam yang menggaris bawahi aneka macam peraturan yang berlaku dalam kancah pergaulan simbolis manusia. Struktur yang ada ini juga berperan dalam efektivitas serta efisiensi dari pelbagai permasalahan yang ada dalam dunia filsafat serta mampu bersinergi dengan siklus permasalahan yang ada guna menentukan jawaban-jawaban dalam pemecahan masalah tersebut. Berbicara mengenai bahasa lambang yang terstruktur tanpa berbicara mengenai akar-akar dari permasalahannya itu sendiri merupakan hal yang sia-sia. Dalam dunia filsafat, manusia juga diajak untuk mengetahui akar dari permasalah yang dipertanyakan mengenai kehidupan seseorang tersebut. Pengalaman-pengalaman yang ada, menjadi sebuah latarbelakang dari gambaran dunia secara sistematis yang terjadi dalam kehidupan manusia. Namun, dalam penarikan akar-akar permasalah yang ada, tentunya memperhatikan tatanan yang berlangsung secara fundamental dalam kesadaran insani setiap manusia. Manusia sendiri sebenarnya sadar kan dirinya sendiri maupun akan kehidupan dunia sekitarnya. Manusia sendiri memiliki kemampuan dalam menyajikan suatu sistem filsafat yang mampu digunakan dalam penafsiran-panafsiran kejadian-kejadian  berdasar pengalaman-pengalaman tertentu. Begitulah filsafat dapat mempengaruhi pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
Berbicara mengenai berbagai pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks berfilsafat. Ternyata mempunyai berbagai macam konflik-konflik yang menghiasi didalamnya. Konflik antara pengalaman dan filsafat dapat terjadi dengan begitu mudah karena pada dasarnya manusia memiliki naluri selalu ingin mengetahui apa yang terjadi dalam kehidupannya. Yang menjadi perhatian disini ialah ketika dimana filsafat menjadi sebuah orientasi yang kadang-kadang membawa kita jauh diluar pengalaman yang ada dan memaksa kita untuk membantah pengalaman yang terjadi. Dalam konteks ini, filsafat mampu hadir sebagai suatu alat untuk mengkritisi dan mencari akar-akar dari pengalaman yang ada. Selain itu, dengan berfilsafat maka manusia dituntu untuk senantiasa berkelana dalam mencari jawaban tentang problematika yang hadir dalam pengalaman-pengalaman kehidupan manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reduksi Eidetis dengan Fenomenologi Transendental

Eidetis berasal dari kata “eidos” yaitu intisari. Reduksi Eidetis adalah penyaringan atau penempatan di dalam kurung segala hal yang bukan eidos, intisari atau realitas fenomen. Dengan reduksi eidetis, semua segi, aspek, dan profil dalam fenomena yang  hanya kebetulan disampingkan. Karena, aspek dan profil tidak pernah menggambarkan objek secara utuh. Setiap objek adalah kompleks, mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga.       Hakikat (realitas) yang dicari dalam hal ini adalah struktur dasar yang meluputi isi fundamental dan semua sifat hakiki. Untuk menentukan apakah sifat-sifat tertentu adalah hakikat atau bukan, Husserl memakai prosedur mengubah contoh-contoh. Ia menggambarkan contoh-contoh tertentu yang representatif melukiskan fenomena. Kemudian, dikurangi atau ditambah salah satu sifat. Pengurangan atau penambahan yang tidak mengurangi atau menambah makna fenomena dianggap sifat-sifat yang hakiki.       Reduksi Eidetis menunjukkan bahwa dalam fenomenologi, Kri

Landasan Ilmu Pada Zaman Yunani

           Untuk mengetahui filsafat yunani perlu di jelasakan lebih dahulu asal kata filsafat. Sekitar abad ix sm atau paling tidak 700 sm, di yunani ,shophia di beri arti kebijaksanaan shophi berarti   kecakapan. Kata philosophos mula-mula di dikemukakan dan di temukan   oleh heraklitos (540-480 sm). Ada yang mengatakan yang menemukan adalh   pythagoras(580-500 sm) namun   pendapat   yang lebih tepat   adalah pendapatc   yang mengatakan bahwa heraklitoslah yang pertama menggunakan istilah tersebu. Menurutnya , philosophos (ahli filsafat) herus mempunyao pengetahuan yang luas sebagai pengejawantahan   dari pada kecintaanya akan kebenarannya dan mulai benar-benar jelas di gunakan kaum sofis   dan socrates yang memberi arti   philosophein sebagai penguasa secara sistematis terhadap pengetahuan tioritis. Philosophein dari kata philosophia itulah yang nantinya timbul kata-kata philosophie(belanda,jerman,perancis),philosophy(inggris). Dalam bahasa indonesia   di sebut filsafat atau fa

Sejarah, Tokoh dan Jenis Aliran Empirisme

Aliran empirisme ini dipelopori oleh John Locke, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Gagasan pendidikan Locke dimuat dalam bukunya “Essay Concerning Human Understanding” . Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. Tokoh-tokoh penting dalam aliran empirisme : Jhon Locke Lahir di kota Wringtone Kota Somerset Inggris tahun 1632 (meninggal tahun 1704) David Hume Lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia menempuh pendidikan di kota kelahirannya. Francis Bacon Francis Bacon (1561-1626), lahir di London di tengah-tengah keluarga bangsawan Sir Nicholas Bacon. Jenis Aliran Empirisme dan Penerapan Aliran Empirisme Empirisme Kritis Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman d