Fenomena seperti ini adalah segala sesuatu yang menampakkan
diri. Dalam praktik hidup sehari-hari, tidak memperhatikan penampakkan itu, apa
yang dilihat secara spontan sudah cukup meyakinkan bahwa objek yang dilihat itu
adalah real atau nyata. Kita telah meyakininya sebagai realitas diluar. Akan
tetapi, karena yang dituju oleh fenomenologi adalah realitas dalam arti yang
ada diluar dirinya, dan ini hanya dapat dicapai dengan “mengalami” secara
intuitif, apa yang dianggap sebagai realitas dalam pandangan biasa itu, utuk
sementara harus ditinggalkan atau dibuat dalam kurung. Segala subyektifitas
disingkirkan.
Termasuk di dalam hal ini teori, kebiasaan, dan
pandangan yang telah membentuk pikiran memandang sesuatu (fenomena). Sehingga
yang timbul di dalam kesadaran adalah fenomena itu sendiri. Oleh karena itu,
reduksi ini disebut reduksi fenomenologi yang pertama merupakan pembersih diri
dari segala subyektifitas yang dapat mengganggu perjalanan mencapai realitas.
Eidetis berasal dari kata “eidos” yaitu intisari. Reduksi Eidetis adalah penyaringan atau penempatan di dalam kurung segala hal yang bukan eidos, intisari atau realitas fenomen. Dengan reduksi eidetis, semua segi, aspek, dan profil dalam fenomena yang hanya kebetulan disampingkan. Karena, aspek dan profil tidak pernah menggambarkan objek secara utuh. Setiap objek adalah kompleks, mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga. Hakikat (realitas) yang dicari dalam hal ini adalah struktur dasar yang meluputi isi fundamental dan semua sifat hakiki. Untuk menentukan apakah sifat-sifat tertentu adalah hakikat atau bukan, Husserl memakai prosedur mengubah contoh-contoh. Ia menggambarkan contoh-contoh tertentu yang representatif melukiskan fenomena. Kemudian, dikurangi atau ditambah salah satu sifat. Pengurangan atau penambahan yang tidak mengurangi atau menambah makna fenomena dianggap sifat-sifat yang hakiki. Red...
Komentar
Posting Komentar