Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama
terhadap apa yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa
teori yang dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori koherensi. Teori ini
merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus
konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu
pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian
berdsarkan teori koheren
Paham lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori korespondensi. Bagi
penganut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan
obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan
bahwa “ ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah
benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Jakarta
memang ibukota republik Indonesia.
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S.
Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How
to make Our Ideas Clear.” Teori
ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf Amerika.Bagi seorang pragmatis,
kebenaran suatau pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungisional dalam kehidupan praktis.Artinya, suatu pernyataan adalah
benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan umat manusia.Kaum pragmatis berpaling kepada
metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang
dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan
oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
Komentar
Posting Komentar