Tidak banyak aliran filsafat yang
mengguncangkan dunia, filsafat eksistensialisme adalah salah satu diantaranya.
Nanti ada akan melihat bahwa filsafat ini tidak luar biasa, akar-akarnya
ternyata tidak dapat bertahan dari berbagai kritik. Akan tetapi, isme ini
termasuk isme yang membuat guncangan yang hebat.
Setelah selesai Perang Dunia Kedua,
penulis-penulis Amerika (terutama wartawan) berbondong-bondong pergi menemui
filosof ekstensialisme, misalnya mengunjungi filosof Jerman Martin Heidegger
(lahir 1839) di gubuknya yang terpencil di Pegunungan Alpen sekalipun ia telah
bekerja sama dengan Nazi.
Tatkala seseorang filosof
ekstensialisme. Jean Paul Sartre (lahir 1905), mengedakan perjalanan keliling Amerika,
dia disebut oleh surat-surat kabar Amerika sebagai the King of
Existentialism. Bila cerita-cerita sandiwaranya dipentaskan, orang telah
menyiapkan ambulans untuk mengangkut penonton yang jatuh pingsan. Demikianlah
sekedar penggambaran kehebatan filsafat eksistensialisme. Sayanglah filsafat
ini sulit dipahami oleh pemula. Marilah kita mulai dengan memperhatikan lebih
dulu defenisi eksistensialisme.
Tidak mudah membuat defenisi
eksistensialisme. Kesulitannya ialah karena existentialism embraces a variety
of styel and convictions (Encylopedia Americana: 10: 762). Kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan tentang apa sebenarnya
eksistensialisme itu (Hassan: 1947: 8). Sekalipun demikian, ada sesuatu yang
disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah
exist yang berasal dari kata Latin ex yang berarti keluar dan sistere
yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari
diri sendiri. Pikiran semacam ini dalam bahasa jerman disebut dasein. Da berarti
disana, sein berarti berada. Berada bagi manusia selalu berarti disana,
ditempat. Tidak mungkin ada manusia tidak bertempat. Bertempat berarti terlibat
dalam alam jasmani, bersatu dengan alam jasmani. Akan tetapi, bertempat bagi
manusia tidaklah sama dengan bertempat bagi batu atau pohon. Manusia selalu
sadar akan tempatnya. Dia sadar bahwa ia menempati. Ini berarti suatu
kesibukan, kegiatan, melibatkan diri. Dengan demikian, manusia sadar akan
dirinya sendiri. Jadi, dengan keluar dari dirinya sendiri manusia sadar
tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi.
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis.
Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali
pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian,
filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Ini berarti
bahwa manusia yang berfilsafat senantiasa meninjau kembali dirinya. Mungkin
tidak secara tegas manusia itu meninjau dirinya, misalnya ia mempersoalkan
Tuhan atau dunia sekelilingnya, tetapi dalam hal seperti itu manusia
sesungguhnya masih mempersoalkan dirinya juga. Bahwa dalam filsafat eksistensi
manusia tegas-tegas dijadikan tema senteral, menunjukkan bahwa di tempat itu
(Barat) sedang berjangkit suatu krisis yang luar biasa hebatnya (Beerling,
1966: 211-12). Bagaimana keadaan krisis itu? Uraikan berikut ini meninjau
keadaan dunia pada umumnya dan Eropa Barat pada khususnya yang merupakan tempat
yang bertanggung jawab atas timbulnya filsafat eksistensialisme.
Komentar
Posting Komentar